SEJARAH

Pada zaman dahulu di suatu tempat, ada sebuah kelompok masyarakat yang membuka perkampungan. Di antara kelompok tersebut ada salah seorang yang dianggap tokoh yaitu seorang istri yang bernama Arya Kemuning (Undem Sari).

Pada suatu hari Arya Kemuning menemukan sebuah sumur alam yang airnya berwarna kuning (yang sekarang disebut sumur Cikoneng). Lama-kelamaan penduduk perkampungan itu bertambah banyak yang akhirnya dibentuk sebuah desa dan Arya Kemuning memberi nama desa tersebut Desa Cikoneng.

Dengan terbentuknya Desa Cikoneng ini, Arya Kemuning mengajukan permohonan kepada Pemerintah Keraton Cirebon untuk membentuk pemerintahan. Kasepuhan Cirebon memerintahkan dua orang ponggawa untuk memimpin masyarakat di daerah Majalengka yang bernama Bagus Rangin.

Sebelum Raksa Yuda diangkat menjadi kepala desa. Oleh karena itu, Arya Kemuning terlebih dahulu diuji atau test kesaktiannya. Yaitu ditugaskan untuk mengelilingi Pulau Jawa. Raksa Yuda melaksanakan tugas tersebut dengan menunggang seekor kuda putih dan dibekali air satu kimpul. Setelah empat puluh hari lamanya Raksa Yuda diangkat kembali dengan keadaan selamat, bahkan perbekalannya masih utuh. Akhrnya Raksa Yuda diangkat sebagai Kuwu pada tahun 1762.

Raksa Yuda sebagai Kuwu memberi amanat atau pesan kepada warga masyarakat keturunan Desa Cikoneng agar tidak boleh memelihara kuda putih, karena menurutnya kuda putih telah berjasa. Pemerintahan Desa Cikoneng yang dipimpin oleh Raksa Yuda lama-kelamaan semakin terkenal kemana-mana, bahkan suara bedugnya sampai Cirebon. Pada suatu hari Desa Cikoneng didatangi oleh sekelompk berandalan atau orang-orang jahat yang ingin mengambil bedug tersebut. Sampai akhirnya terjadi perebutan bedug di sebuah tepat. Namun, bedug tersebut terjatuh dan hilang secara tiba-tiba. Selanjutnya Raksa Yuda memberi nama tempat tersebut Lembah Neudeut. Akhirnya di Desa Cikoneng tidak boleh ada bedug dan kuda putih.